Perkembangan standar akuntansi internasional yang seragam merupakan fenomena baru dan perkembangan standar yang seragam ini pun masih dalam tahap infancy
- 1. Perkembangan standar akuntansi internasional
yang seragam merupakan fenomena baru dan perkembangan standar yangseragam
ini pun masih dalam tahap infancy. Sebagai contoh, Uni Eropa tidak
mewajibkan penggunaan IFRS untukperusahaan publik meraka sampai dengan
tahun 2005. Hasilnya, masih relatif sedikit data yang
mengungkapkankonsekuensi ekonomi dari kewajiban adopsi/penggunaan
IFRS.Ball (2006) menyediakan sebuah overview dari isu-isu seputar adopsi
IFRS dan mengidentifikasi beberapa isu kunci yangmungkin membatasi
keberhasilan dan efektifitas kewajiban IFRS. Meskipun begitu, beberapa
dari konsep yang diajukanbelum teruji karena kewajiban (mandat) adopsi
IFRS masih sangat baru. Saat ini, hanya beberapa studi yang
menganalisiskonsekuensi ekonomi dari pengenalan pelaporan IFRS yang
dimandatkan. Kebanyakan studi tersbut menguji keputusansukarela
(voluntary) perusahaan untuk menyediakan laporan keuangan yang sesuai
(conform) dengan standar akuntansi internasioanl “yang berkualitas tinggi”
(“high quality” international accounting standards). Soderstom dan Sun
(2007) jugamenyediakan hasil survey yang menguji link antara adopsi IFRS
dengan kualitas angka-angka akuntansi perusahaan (firm’saccounting
numbers).Pengujian empiris konsekuensi ekonomi adopsi IFRS secara sukarela
umumnya menganalisa dampak langsung terhadappasar modal (seperti
likuiditas dan biaya modal ekuitas) atau dampak terhadap berbagai
partisipan pasar modal (sepertidampak terhadap properti peramalan analis
atau kepemilikan oleh investor institusional). Contoh studi yang
mengujidampak terhadap pasar modal dari pengadopsian IFRS secara sukarela
antara lain Leuz dan Verrecchia (2000), Barth et al(2007), Karamanou dan
Nishiotis (2005), Cuijpers dan Buijink (2005), Daske (2005), Hung dan
Subramanyam (2007), danDaske, Hail, Leuz, dan Verdi (2007a).Leuz dan
Verrecchia (2000) menguji perusahaan-perusahaan Jerman yang mengadopsi IAS
atas US GAAP ddengan membandingkannya dengan stadar akuntansi domestik
Jerman (HGB), dan menemukan bahwa perusahaan yang menggunakan IAS ayau US
GAAP menunjukkan bid-ask spread yang lebih rendah, turnover yang lebih
tinggi, penurunandalam spread dan turnover dibandingkan dengan perusahaan
yang menggunakan standar akuntansi domestik (GermanGAAP).Cuijpers dan
Buijink (2005) menggunakan estimasi biaya modal implikasian (implied cost
of capital estimates) dan tidakmenemukan perbedaan yang signifikan antara
perusahaan yang menggunakan standar lokal dengan IFRS di negara-negaraUni
Eropa. Daske (2006) menguji adopsi IFRS secara sukarela oleh
perusahaan-perusahaan Jerman dan menemukan bahwa perusahaan-perusahaan
IFRS menunjukkan biaya modal ekuitas lebih tinggi daripada
perusahaan-perusahaandengan standar akuntansi Jerman. Daske, Hail, Leuz,
and Verdi (2007a) menunjukkan bahwa perusahaan dengankomitmen “serius”
untuk mengadopsi IFRS mempunyai biaya modal lebih tinggi manfaat biaya
modal dan likuiditas pasar dibandingkan dengan perusahaan yang secara
sederhana mengadopsi IFRS hanya sebagai “label”.Karamanou and Nishiotis
(2005) menguji return short-window announcement terhadap adopsi IFRS.
Namun, tantangan terhadap studi ini adalah bahwa tipe studi ini dengan
menggunakan reaksi terhadap short-window market juga menanngapefek berita
yang secara potensial berhubungan dengan adopsi IFRS (seperti informasi
tentang kesempatan pertumbuhan).Dengan demikian, tipe desain studi ini
mungkin kurang layak untuk mengisolasi dampak dari adopsi IFRS.Dengan
memfokuskan pada kualitas pelaporan, Barth, Landsman and Lang (2007)
menganalisis perubahan properti labayang dilaporkan seputar adopsi
pelaporan IFRS dan menujukkan bukti bahwa kualitas pelaporan keuangan meningkat.Hung
and Subramanyam (2007) Hung and Subramanyam (2007) menguji sampel dari
perusahaan Jerman dan mengujidampak pelaporan keuangan terhadap adopsi IAS
antara tahun 1998 dan 2002. Mereka menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan
dalam relevansi nilai (value relevance) dari angka-angka akuntansi dengan
adopsi IFRS, tetapi ada bukti yanglemah bahwa laba berdasarkan IAS
menunjukkan konservatisme kondisonal yang lebih besar daripada laba yang
dihasilkandari pelaporan berdasarkan standar akuntansi Jerman.Ada juga
beberapa studi tentang reaksi partisipan pasar modal terhadap adopsi
sukarela IFRS. Cuijpers and Buijink (2005)menemukan peningkatan analisi
seputar IFRS, tetapi dampaknya tidaklah robust untuk mengontrol self
selection. Covrig atal (2007) mendokumentasikan bahwa kepemilikan reksa
dana (mutual fund) oleh pihak asing secara signifikan lebih tinggiuntuk
para adaptor IFRS dibadingkan dengan perusahaan dengan basis GAAP lokal
dan bahwa perbedaan dalamkepemilikan reksa dana meningkat untuk perusahaan
dengan lingkungan informasi yang jelak (poor informationenvironments) dan
dengan fisibilitas yang rendah, menyarankan bahwa pelaporan IFRS dapat
membantu perusahaanmenarik investor institusional asing. Sebagai tambahan,
bukti sekitar adopsi IFRS secara sukalera memang masih tidakkonsisten
(mixed).Sebagaimana disampaikan di atas mengenai diskusi seputar literatur
pengungkapan sukarela, tantangan utama untuk studisemacam itu adalah fakta
bahwa perusahaan memilih bagaimana dan kapan mengadopsi IFRS. Sehingga,
masih sulit untukmengatribusikan dampak observasian terhadap adopsi IFRS.
- 2. DAMPAK POSITIF Lebih lanjut, studi tentang
keputusan pelaporan keuangan berbasis IFRS secara sukarela hanya
dapatmemberikan sedikit bukti kepada kita tentang dampak agregat dari
mandated IFRS.Sekarang kita lihat beberapa studi dengan pendakatan sedikit
berbeda yang menguji konsekuensi ekonomi dalam masatransisi kewajiban
pelaporan berbasis IFRS. Studi yang ada dalam masa transisi ini secara
umum menguji:(i) Reaksi pasar modal terhadap major events sebelum adopsi
IFRS yang mempengaruhi kemungkinan bahwa sebuahyurisdiksi (seperti Uni
Eropa) akan mengadopsi mandatory IFRS.(ii) Atau outcomes pasar modal
observasian setelah pengenalan mandatory IFRS dalam sebuah
yurisdiksi.Studi pada kategori pertama menggunakan reaksi pasar modal
untuk menyimpulkan apakah pemegang sahammempersepsikan net benefit atau
net cost dari adopsi IFRS. Beberapa penelitian dengan pendekatan kategori
pertama inimembandingkan insentif dan enforcement antara negara dengan
insentif dan enforcement yang kuat dengan yang lebihlemah. Beberapa
peneliti dengan kategori ini antara lain Comprix at al (2003) dan Amstrong
at al (2007). Beberapa temuanpenelitian mereka adalah bahwa reaksi pasar
modal lebih positif pada perusahaan dengan kualitas lingkungan
pelaporanyang lebih rendah sebelum IFRS (pre-IFRS), dengan asimetri
informasi yang lebih tinggi sebelum adopsi IFRS, dan untukperusahaan dari
negara-negara common law.Studi pada kategori kedua menganalisi dampak
pasar modal setelah kewajiban adopsi IFRS. Sebagai contoh,
Platikanova(2007) menguji ukuran likuiditas pasar pada
perusahaan-perusahaan di empat negara Eropa. Selain menemukan
perubahanheterogen dalam ukuran likuiditas di empat negara setelah adopsi
IFRS, Platikanova (2007) juga menemukan bahwa secarapenurunan secara
keseluruhan dalam perbedaan likuiditas antar negara setelah adopsi IFRS.
Daske, Hail, Leuz and Verdi(2007b) juga menguji dampak adopsi IFRS di 26
negara terhadap likuiditas pasar, biaya modal ekuitas dan Tobin’s Q.Mereka
menemukan bahwa, secara rata-rata, likuiditas pasar dan penilaian ekuitas
meningkat di sekitar pengenalan adopsimandatory IFRS di negara-negara yang
mereka uji. Namun, keunggulan dan manfaat pasar ini hanya ada di
negara-negaradengan rezim strict enforcement dan lingkungan institusioal
yang menyediakan insentif pelaporan yang kuat. Menariknya,mereka menemukan
bahwa dampak pasar modal setelah adopsi wajib IFRS adalah lebih pronounced
untuk perusahaan-perusahaan yang pada awalnya secara sukarela (voluntarily)
beralih ke IFRS sebelum menjadi diwajibkan.ϑSemakin banyak data yang
tersedia, tidaklah diragukan lagi bahwa akan banyak temuan-temuan empiris
tentang outcomesdari adopsi mandatory IFRS di banyak negara-negara di
dunia.Labels: AccountingOtonomi Daerah di IndonesiaOTONOMI DAERAH DI
INDONESIASejak reformasi di gulirkan dan menguknya konsep otonomi daerah
sebagai bentuk kritikan terhadappengelolaan pemerintahan pada zaman
ordebaru yang dinilai pemerintahan yang sangat sentralistik yangkesemuanya
dikomandoi atau segalah urusan dinakodai pemerintah nasional atau pusat
sehingga daerahatau sub nasional tidak memiliki peranan yang berarti dalam
pengolaha pemerintahan. Tak terkecuali urusan pemerintahan yang bersifat
tekhnis dimana jakarta menjadi aktor penentu, meskipun jauh sebelumadanya
otonomi daerah telah ada kritikan tentang pengelolaan pemeritahan yang
seperti itu dengananggapan bahwa keputusan yang diambil tidak tepat
sasaran dengan apa yang diharapkan di daerah ,Setidaknya dalam hal
pengelolaan negara tersebut, substansinya berada pad rana Horisontal atau
yangmana terkait dengan fungsi serta vertikal yaitu struktur penyelanggara
pemerintahan seperti pemerintahannasional atau pusat, daerah atau sub
nasional. Dimana batasan batasan fungsi atau wewenang antarapemerintah
pusat dan pemerintah daerah serta hubungan diantaranya dalam mengelolah
pemerintahan.Setidaknya kalau kita melihat kondisi yang terjadi saat ini
yang menarik untuk kita simak, fenomena yangterjadi dalam masyarakat itu
sendiri, kita melihat Masyarakat terklasterisasi suku, wilayah
yangdicontohkan oleh wawan mas’udi adanya sub teritorial contoh dapat
dilihat pada struktur TentaraNasional Indonesia TNI yang kesemuanya
tersusun sampai pada tingkatan desa, tingkatan yang ada di
- 3. bawah. adanya pemerintah pusat dan daerah
provinsi dan kabupaten kota dan bahkan sampai padatingkatan yang paling
bawah yaitu tingkatan desa.Penyelenggaraan diharapkan berjalan dengan baik
sehingga sangat dimungkinkan terjadinya pembagiankekuasaan atau kewenangan
mengelolah pemerintahan, hal tersebut di setiap negara di dunia tidak
semuamemiliki cara yang sama dalam mengelolah pmerintahanya, pembagian
kekuasaan setidaknya yangsering kita dengarkan bahwa ada dua sumber
otoritas, yaitu ada pada pemerintah nasional dan otoritas adapada
pemerintah sub nasional atau masyarakat. Dalam mempersatukan antara
pemerintah pusat danpemerintah yang ada di daerah memiliki cara yang
berbeda meskipun dengan tujuan yang sama, dalamhal ini setidaknya ada dua
bentuk negara yang dihasilkan, yaitu negara kesatuan dan negara liberal.
Yangmana negara kesatuan danlam mempersatukan dengan cara sepenuhnya
otoritas berada pada pemerintahpusat. Sehingga menganggap bahwa negara ini
dapat disatukan dengan cara semua urusan pemerintahanyang ada semua di
komandoi oleh pemerintah pusat, dan hal ini pula yang terjadi di indonesia
padapemerintahan orde lama dibawak kepemimpinan presiden soeharto, yang
sangat terkenal dengan bentukpemerintahan yang sangat sentralistik atau
terpusat, segala urusan pemerintahan jakarta menjaditumpuan., sedangkan
negara federal kekuatan atau otoritas hanya berada pada pemerintah negara
bagian.Wawan mas’udi mencontohkan hal tersebut pada penyelenggaraan
pemerintahan yang ada di America.Dengan negara liberal dianggap sebagai cara
yang sangat tepat dalam mempersatukan dengan carapemberian kewenangan
penuh terhadap pemerintahan negara bagian yang ada, dan beranggapan
bahwapenyelanggaraan pemerintahan dengn cara sentralistik yang terpusat
justru tidak melahirkan persatuanakan tetapi peluang melahirkan perpecahan
dan konflik yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah,dan dianggap
ancaman terhadap sebuah persatuan.Hubunga pemerinta pusat dan daerah
bukanlah permasalahan yang baru di indonesia akan tetapi problemmasalalu
yang hingga saat ini belum terselesaikan, meskipun waktu yang lebih dari
cukup telah terlewatiakan tetapi bukan berarti tidak ada usaha sama sekali
dalam menangani masalah tersebut. Telah banyakusaha yang dilakukan
pemerinta walhasil sampai saat ini belum kunjung terselasaikan,
permasalahanhubungan antara pemerintah pusat dan daerah telah banyak
undang-undang yang mengatur sampai saatini ternyata tidak kunjung
terselesaikan juga, pemerintahan yang sentralistik maupun pemerintahan
yangdemokratis telah di praktekkan di negri ini yang tentunya melahirkan
berbagai pandangan dan penilaianmasing-masing. Seperti adanya anggapan
bahwa Pemerintaha yang sentralistik dinilai mambuatmasyarakat menjadi
apolitis.Pada beberapa titik wilayah yang ada di indonesia begitu banyak
yang menyuarakan aspirasi daerahnya,sehingga tuntutan masyarakat tentang
pemekaran wilaya yang sangat luar biasa terjadi di beberapadaerah,
atasnama memperjuangkan aspirasi rakyat, kemudahan administrasi yang
hendak di perjuangkanhingga saat ini adanya upaya pemerintah mengevaluasi
beberapa daerah hasi lepemekaran. Dalamfenomena tersebut bahwa ternyata
Hal menarik lainya yang dapat kita saksikan, sebagai dampak dariotonomi
daerah dan terjadinya pemekaran wilayah di berbagai daerah yaitu pada
pembagian wilayah yangada di indonesia bukanlah pembagian administratif
tapi pembagian klaster poliitik, pada dasaryapemekaran wilayah yang
terjadi di berbagai daerah yang ada di indonesia semangatnya telah
berubahdenga derajat yang sangat tinggi, diman pada setiap pemekaran yang
ada bukan lagi terletak pada aspekadministrasi, tapi pada semangat suku.
Dapat diliha pada penyelenggaraan pemerintahan yang ada diberbagai wilaya
di indonesia. Wawan mas’udi dalam hal ini mencontohkan pemerintahan
antarayogyakarta dan Jawatengah. Kalau di sulawesi tengah dapat diliha
pada kasus yang terjadi di kabupatenbungku dan kolonedale kabupaten
morowali.Jikalau pembagian dengan di dasarkan pada admionistratif, maka
dapat dipastikan sangat banyak daerahyang tidak layak atau tidak memenuhi
untuk menjadi suatu daerah yang otonom, kondisi demikianlahyang terjadi di
indonesia saat ini, Dalam pemerkaran wilayah yang ada di indonesia ada
sebenarnya adaunsur politk didalamnya, pemekaran daerah yang ada tidak
lagi terletak pada substansinya, banyaknyatantangan yang di hadapi dalam
penyelenggaraan otonomi daerah tentunya membutuhkan perhatianpemerintah
dalam hal tersebut, bebrapa kabar terdengar pada akhir-akhir ini bahwa
otonomi daerah akan
- 4. di evaluasi, respon pemerintah tersebut dengan
melakukan pembentukan evaluasi terhadappelaksanaanya, dan kabar terakhir
yang kita dengarkan bahwa tim tersebut telah terbentuk seperti
yangdiberitakan pada, (kompas) sabtu 09 januari 2010.Pemerintahan yang
sentralistik dinilai berbenturan dengan karakteristik yang ada di daerah,
di setiapdaerah yang ada di indonesi memiliki karakter yang berbeda, baik
daris segi potensi wilyah yang ada diindonesia maupun dari segi kultur
yang ada di masyarakat sehingga sangat dimungkingkan terjadinyaperbedaan
kebutuhan yang ada di daerah sehingga ada yang beranggapan bahwa
pemerintahan yang adadi daerah seharusnya memperhatikan kearifan lokal
yang ada di daerah, sehinggga dalam pembangunanyang ada karakter daerah
tetap dipertahankan, disamping itu kebijakan yang diambil oleh
pemerintahsesuai dengan kebutuhan yang ada di daerah, terlebih dengan
kondisi indonesia yang plural. Disampingitu ada anggapan bahwa bahwa untuk
membangun negara menjadi maju pemerintahan yang sentralistikjuga bisa
mewujudkanya, wawan mas’udi memberikan gambaran Di eropa dengan
pemerintahansentralistik juga manjadi negara maju akan tetapi sangat
berbeda dengan kondisi yang ada di indonesia dieropa masyarakatnya
homogen, di indonesia masyarakatnya yang plural sehingga sangat rentang
terhadapkonflik dan perbedaan, isu yang mungkin sering kita dengar pada
dekade tarakhir ini yaitu isu daerah.Pemekaran daerah yang marak pada
dekade terakhir ini hingga pemekaran di pertanyakanmengedepankan pelayanan
bukankan pemekaran adalah sebuah bentuk pembagian kekuasaan para
elitpolitik, yang mana pemekaran dapat digambarkan sebagai pembagian
kekuasaan dari elit pusat yang adadi jakarta, kepada elit lokal yang ada
di daerah yang mana otonomi daerah tidak lagi pada substansinya,sehingga
desentralisasi yang menjadi pilihan saat ini tidaklah bersifa final bisa
saja akan mengalamiperubahan, terlebih dengan yang ada di indonesia setiap
rezim memperlakukan pola yang berbeda bedadalam menjalangkan
pemerintahan,Desenralisasi hanyalah sebagai bentuk atau pola transfer
otority kepemerintah sub nasional yang ada didaerah. Disamping itu dalam
implementasi otoritas atau penyelenggaraan pemerintahan perlu ada
kontrolyang baik terhadap proses pelaksanaan pemerintahan.Terkait dengan
otoritas antara pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi ada fenomena
menarikyang kita liat dimana dengan otonomi daerah yang ada, memberikan
otoritas yang besar berada padapemerintahan yang ada di kabupaten,
sehingga koordinasi antara pemerintah provinsi dan pemerintahyang ada di
kabupaten sering terkandala, dimana pemerintah kabupaten menganggap bahwa
otoritasmelekat pada dirinya sangat besar, sehingga enggan tunduk pada
pemerintah provinsi dan bahkanpemerintah yang ada di kabupaten membetuk
kekuatan sendiri wawan pada perkuliahan yang lalumencontohkan pada kasus
pemerintah di merauke.Kondisi yang terjadi di iondonesia saat ini yang
terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah adalahsebuah permasalahan yang
cukup serius, setidaknya ada beberapa motif yang melatarbelakangi
seperti,keterjangkauan, efisiensi (hal yang strategis) keamanan dan
ekonomi. Dalam implementasi otonomidaerah setidaknya harus memperhatikan
persoalan keterjangkauan, terutama dari segi pelayanan terhadapmasyarakat,
yang terkait pada persoalan wilayah dan tata letak, persoalan efisiensi
yang terkait denganpersoalan biaya, jarak. Hal tersebut yang harus
mendapat perhatian besar dalam pelaksanaan otonomidaerah disamping dua hal
yang strategis keamanan dan ekonomi yang juga harus mendapat
perhatian.Disamping hal tersebut diatas indonesia juga harus memikirkan
hal yang strategis, terutama pemerintahyang ada di pusat, dimana yang
terjadi saat ini pemerintah pusat yang memiliki urusan yang terlau
banyasehingga tidak satupun yang terselesaikan dengan baik, pusat
mengurusa sampai pada urusan yangbersifat tekhnis yang ada di daerah.
Pemerintah seharusnya memikirkan yang strategis dan terfokus.Dengan hal
tersebut tujuan dapat tercapai.Hal yang sama sepertinya mulai terulang
lembali, kalau kita memperhatikan pengelolaanpemerintahanyang ada saat ini
ada usaha untuk sentarlisasi kembali meskipun dengan cara yang berbeda
- 5. sentarlisasi yang berbeda pada orde baru,
menurut wawan mas’udi sentralisasi yang ada pada saat iniberada pada
sofwer, mencontohkan pada penganggaran. Disadari atau tidak bahwa watak
dasarpemerintah di indonesia adalah sentralistik, sehingga upaya
pengelolaan pemerintahan yang sentralistikbisa saja terjadi, meskipun pada
konsep otonomi daerah.Demokrasi yang ada di indonesia adalah demokrasi
liberal, seperti yang ada di america bukan lagidemokrasi pancasila sebagai
contoh pada pemilihan presiden dan wakil presiden dengan cara one manone
vote masyarakat bisa menentukan siapa yang menjadi pemimpin mereka. Hal
ersebut kritikanterhadap Pemilihan bupati melalui DPR yang di anggap
terjadi kolusi dan semuah yang dipilih DPRsangat mudah
dijatuhkan.Kepercayan masyarakat semakin menurun, Kebaradaan partai
politik yang selalu saja terjadi konflikinternal, yang permasalahanya
adalah persoalan kekuasaan , contoh yang terjadi pada dua orang anggotaDPR
dari partai bulan bintang (PBB) yang menentang kepemimpinan partainya
karena yusril ihzamahendra memanipulasi jalanya muhtamar sehingga mampu
menguasai kembali kepemimpinan partaitersebut.Akibatnya hartono marjono
dan abdul kadir jaelani dikeluarkan dari fraksi PBB tetapi tidak dapat di
recallkarna UU No. 4 tahun 1999 tentang susunan kedudukan DPR/MPR tidak
mengenal lembaga recallsebagaiman yang dikenal sebelumnya. Sehingga
demikian tidak bisa lagi diberi kepercayaan dan amanahPartai politik yang
mendudukan perwakilanya di DPR yang tentunya memiliki tujuanya
untukmenyampaikan aspirasi masyarakan kepada pemerintah saat ini tidak
lagi menjadi tumpuan pengharapandalam memperjuangkan aspirasi rakyat,
ditengah gencarnya perjuangan kelompok dan pejuangankepentingan diri
sendiri yang di kedepankan, kepercayaan masyarakat terhadapnya menurun,
kepercayaanyang diberikan mewakili rakyat digunakan untuk berkolusi dengan
eksekutif, proses dagang sapi marakteradi. Antara kalangan eksekutif tidak
ada lagi kontrol yang baik akan tetapi aktifitas yang salingmenguntungkan
diantara keduanya yang marak terjadi, antar eksekutif dan legislatif,
sehinggapembangunan daera yang ada dengan jalan yang salah, kalu kita
memperhatikan kondisi programpembangunan yang ada di daerah, seperti
program studi banding yang marak dilakukan oleh legislatif yang notabene
dijadikan untuk ajang untuk santai dan mendapatkan duit demi kepentingan
pribadi bukanuntuk kepentingan rakyat. Program pelatihan yang dilakukan di
berbagai tempat yang ada di daerah yangtidak menghasilkan apa-apa hanya di
jadikan untuk mencari keuntungan.Kasus tersebut diatas dapat dilihat pada
anggota DPRD jawa timur melakukan studi banding keluar negriyang kemudian
di persoalkan oleh masyarakat. Demikian salah satu komisi di DPRD DKI
Jakartamelakukan studi banding ke jepang dan cina yang lebih mengesankan
jalan-jalan. Bahkan anggota DPRDtangerang menyaksikan pertandingan
sepakbola dari kota tangerang di makassar dengan mengguakanfasilitas dari
pemerintah daerah.Pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh DPR,
sehingga muda untuk menjatuhkan, sehingga dapatdijadikan sebagai alat
untuk mejatuhkan kepala daerah yang ada, dengan semena melakukan
tekananterhadap pemerintah daerah, hal itu dapat dilihat pada seorang
gubernur di jawa timur pernahmenyampaikan bahwa anggota DPRD di
provinsinya meminta imbalan Rp. 100.000.000, untuk menerimalaporan
pertanggung jawaban tahunan dari gubernur yang bersangkutan, untungya
permintaan tersebuttidak dipenuhi oleh gubernur tersebut.Hal lain yang
dapat juga kita lihat misalnya pada pencalonan kepala daerah, dimana para
calon yanghendak maju sebagai kepala daerah yang ada diperlukan cos politk
yang cukup banya untuk mendapatdukungan dari sebuah partai, jika tidak
terpenuhi maka keinginan untuk mencalonkan kepala daerah akansirna. Meskipun
demikian ada yang mengritisi terahadap pelaksanaan pemilihan secara
langsung, yangmana pada pelaksanaanya harus dilakukan secar bertahap, atau
dilakukan uji coba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar